Tuesday, November 15, 2016

Belajar dari Semangkuk Tumis Daun Pepaya



Para emak mungkin sudah tahu tentang tumis daun pepaya yang enak itu. Ternyata ada sebagian emak yang tidak suka dengan tumis daun pepaya karena dia tahunya daun pepaya itu pahit dan getir. Tetapi sebaliknya, ada emak yang sangat suka dengan tumis daun pepaya itu karena ternyata enak dan tidak ada rasa pahit sedikitpun. Dia menikmati tumis daun pepaya itu dengan  campuran teri medan dan  irisan cabe rawit. Rasa pedas, asin dan gurih berkolaborasi sehingga menghasilkan kelezatan yang sempurna. Apalagi dimakan waktu siang hari yang panas dengan nasi yang masih hangat dan ditemani tempe mendoan setengah matang. Masyaallah, mertua lewat gak bakal nyadar deh saking nikmatnya. Hehe..

Itulah yang dirasakan oleh para emak penggemar tumis daun pepaya. Daun pepaya yang masih muda, hijau dan empuk itu ternyata memiliki rasa yang nampol jika sudah diolah menjadi masakan sederhana ini. Tetapi bagi para emak yang belum pernah makan tumis daun pepaya dan tidak tahu cara mengolahnya dengan benar, maka  akan sedikit takut untuk sekedar mencicipinya. Mereka beranggapan tumis daun pepaya ini rasanya pahit. Hal ini tidak salah juga. Memang pada dasarnya daun pepaya itu rasanya pahit dan getir. 

Sebagaimana kita ketahui daun pepaya ini banyak digunakan sebagai lalapan ataupun sebagai pelancar asi. Biasanya pengolahannya sangat sederhana yaitu cukup direbus saja. Bagi para penggemarnya, pahitnya daun pepaya ini menjadi rasa yang sensasional yang sangat dia nikmati. Tapi bagi emak yang memang tidak suka dengan rasa pahitnya, dia  akan menghindarinya. Nah ada emak lain yang memang tidak suka rasa pahitnya tetapi bisa merasakan nikmatnya daun pepaya ini. Ternyata dia tahu ilmu tentang bagaimana memasak daun pepaya tanpa rasa pahit. 

Ada beberapa emak yang enggan mencicipin daun papaya karena pernah merasakan pahitnya ketika disajikan sebagai pelancar ASI waktu dia baru belajar menyusui. Daun pepaya itu dicuci bersih, direbus lalu diperas daunnya hingga menghasilkan air perasan dan siap diminum. Air perasan itulah yang ia rasakan pahit dan bikin gatir dilidah. Walaupun sebenarnya setelah rutin beberapa hari minum air perasan daun pepaya ini ASInya akan melimpah, namun dia memilih berhenti meminumnya dengan alasan pahit dan getir. Nah mungkin dari sinilah daun pepaya dikenal sebagai daun yang pahit. Sehingga banyak kalangan ibu-ibu muda tidak menyukainya.

Memang faktanya daun pepaya itu pahit dan getir. Tetapi ternyata sekarang sudah banyak para emak menkonsumsi daun pepaya sebagai pelengkap menu keluarga. Mereka tidak takut lagi dengan rasa pahit dan getirnya. Setelah ditelisik lagi ternyata daun pepaya itu kini rasanya sudah tidak pahit lagi. Tak ada sedikitpun rasa pahit menempel di daun itu. Yang ada sekarang adalah daun itu terasa lezat, dan makanpun jadi lahap. 

Ternyata eh ternyata, rasa pahit dan getir daun pepaya itu bisa dihilangkan. Para emak sekarang telah menemukan formula untuk meracik daun pepaya itu dengan benar. Ada beberapa cara digunakan agar daun pepaya itu tidak pahit lagi, diantaranya adalah dengan pemberian garam atau pemberian tanah liat khusus pada saat merebusnya. Kedua metode inilah yang diyakini dapat mengubah rasa daun pepaya menjadi lebih enak untuk dinikmati.

Nah mak,  dari ilustrasi diatas, kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga. Ternyata ketika kita mendapatkan sesuatu yang pahit dan getir dalam hidup ini, kalau kita tahu cara mengolahnya, maka sesuatu itu akan terasa nikmat. Cobalah kita ambil contoh, ketika kita sedang ditimpa masalah, kita diberi sakit oleh Allah. Maka bagi emak yang tidak bisa mengolah rasa sakit itu, kesakitan itu adalah sakit yang luar biasa. Hari-harinya ia lalui dengan keluh kesah, bersedih dan mungkin sumpah serapah. Dia tidak menerima dengan keadaan sakit itu. Dia merasa dirinya adalah orang yang sangat menderita. Dia merasa Allah tidak adil padanya. Bukankah selama ini dia sudah cukup beribadah. Tapi mengapa Allah masih menimpakan kepada rasa sakit ini. Akhirnya dengan rasa sakit ini dia tidak bisa bekerja, tidak bisa berprestasi dan yang lebih menyedihkan lagi dia tidak bisa makan dengan puas dan depresi.  Semuanya tampak sangat tidak mengenakkan. Badan lemah, hati resah, uangpun habis-habisan karena berobat sana berobat sini. Berharap dokter A bisa segera menyembuhkan, lalu pindah ke dokter B yang ia rasa lebih cepat lagi menyembuhkan dan begitu terus. Akhirnya dia semakin down dan drop dengan keadaan ini. 

Berbeda halnya ketika seorang emak yang sangat cerdas dalam melihat dan menghadapi suatu masalah dengan kacamata yang berbeda. Ketika dia mengalami hal yang sama dengan emak pertama tadi, yaitu diberi rasa sakit, dia bisa menikmati rasa sakit itu. Dia melihat rasa sakit yang dideritanya itu sebagai sarana untuk mendekatkan diri pada Allah. Selain itu, dengan sakitnya dia merasa diberi waktu untuk mengistirahatkan raganya yang lemah. Dia memberikan hak tubuhnya untuk sejenak berhenti dari aktifitas harian yang melelahkan. Selain itu, dengan sakit yang dideritanya itu dia bisa melihat betapa banyak orang yang mengasihinya. Suaminya lebih peduli dan mau membantu menyelesaikan urusan rumah tangga, anak-anaknya saling bahu membahu melayani emaknya dan ikut menyelesaikan pekerjaan rumah dan teman-temannyapun banyak yang mendoakan atas kesembuhannya. Tindakan-tindakan seperti inilah yang selama ini jarang ia temui ketika sehat. Semua pekerjaan rumah hampir  ia kerjakan sendiri, anak-anak dan teman-teman jarang menanyakan kabarnya karena kesibukannya masing-masing. Tapi ketika emak itu jatuh sakit, semua perhatian dan kasih sayang itu kembali tertuju padanya. Akhirnya dia pun bersyukur, dengan diberinya ujian sakit ini, dia jadi bisa beristirahat, dia jadi bisa tahu betapa orang-orang terdekatnya sangat mencintainya dan terlebih dari itu, dengan emak itu sakit anggota keluarga lainnya bisa saling kerjasama untuk menyelesaikan pekerjaaan rumah.

Nah itulah sepenggal ilustrasi yang dapat menggambarkan  bahwa keadaan orang itu tergantung pada cara mengolahnya. Seorang emak yang cerdas akan menghadapi setiap ujian hidupnya dengan cara yang cerdas pula. Dia bisa mengubah pahitnya ujian itu menjadi sesuatu yang manis dengan mengubah cara berfikir. Dia tidak mengeluh, dia tidak putus asa dan dia tidak menganggap ujian itu untuk dimaki dan disesali. Dia mempunyai positive thinking dengan segala ujian hidup yang ia alami. Dia bisa berdamai dengan dirinya. Dan dengan kekuatan positive thinking inilah dia akhirnya bisa keluar dari ujian ini, bangkit dan mulai bergerak membenahi diri. Jika ujian itu berupa sakit, maka dia akan terus berusaha mengobati rasa sakitnya itu ke dokter, bersabar, minum obat teratur, istirahat yang cukup dan yang terpenting dia selalu bahagia. Dia melihat keadaan orang-orang di bawahnya yang lebih berat rasa sakitnya,  ternyata dia masih lebih beruntung. Apabila ujiannya itu berupa kegagalan dalam berbisnis, dia pun tidak putus asa. Dia mulai mencari akar permasalahan kegagalan itu. Belajar mencari tahu, bertanya dan berusaha bangkit dari kegagalan. Berbagai training dia ikuti untuk mencari ilmu bagaimana mengelola suatu bisnis dengan baik dan benar. Diharapkan usaha evaluasi diri ini nanti bisa sebagai jalan perbaikan dan senjata untuk bangkit lagi. Dan tidak menutup kemungkinan usaha kedepannya nanti lebih berhasil karena dia sudah tahu ilmunya untuk mengantisipasi kegagalan itu.

Inilah gambaran tentang penting mengolah rasa dan keadaan dengan cerdas. Belajarlah dari semangkuk tumis daun pepaya yang terhidang di meja makan kita. Sepahit apapun daun itu pada mulanya, tetapi dengan pengolahan yang cerdas dan berilmu ternyata bisa kita ubah menjadi sesuatu yang nikmat. Begitu juga dengan segala cobaan dalam hidup manusia, kesakitan, kegagalan, keterpurukan ataupun kehilangan seharusnya tidak menjadi hal yang menyakitkan selamanya. Kita bisa mengolahnya dengan muhasabah, evaluasi, belajar dan berpikiran hal-hal yang positif. Tidak terlalu hanyut dengan kegagalan yang ada, melainkan kita harus mau bertindak lebih gentle dan lebih cerdas untuk keluar dari kepahitan hidup itu. Usaha yang lebih gigih dengan diiringi doa yang tulus akan membantu kita untuk segera bangkit dan mengubah kegagalan itu menjadi kesuksesan yang lebih cemerlang.

Nah sudahkah kita mengolah rasa itu dengan cerdas? Salam Cerdas!!


3 comments:

  1. tulisannya keren, tapi saya malah pengen tumis daun pepaya nih mbak....#ngences #gagal_fokus

    ReplyDelete
  2. Wkwk...dah numis aja dulu mba ntar lanjut nulis...hehe

    ReplyDelete
  3. Wkwk...dah numis aja dulu mba ntar lanjut nulis...hehe

    ReplyDelete