Friday, October 21, 2016

Gamis Merah Muda (cerpen)


Akhir-akhir ini mama terlihat kebingungan. Kemana-mana bawa HP sambil buka-buka Ol shop. Duduk di ruang tamu sampai di meja makanpun masih terus pegang HP. Dahinya berkerut, memicingkan mata, goyang-goyang jari telunjuk dan pandangan menerawang ke atas. Ya aneh saja nih mama, biasanya bawel, nyiapin makan dengan gesit tetapi sekarang hanya hp yang menjadi pegangan utamanya setiap hari. Hemm...ada apa ya?

“ Hemm, Wi, kamu tahu ol shop yang murah ga?” tiba-tiba mama menepuk lenganku, pandangannya tetap ke layar hp.

“ Memang mama mau cari apa lagi?/Dari kemarin sibuk amat sama HPnya”. Aku beranjak duduk mendekati mama dan mencoba melihat layar HP mama.

“ Eits, kamu kepo banget sih Wi”. Mama menarik HPnya dan mendekapnya sambil kedip-kedip manja.

“ Ih mama genit amat sih, pake kedip-kedip gitu. Dewi kan mau bantu mama, tadi katanya mam mau nyari ol shop yang murah”.

“  Hehe.. iya Wi, mama bingung nih mau beli gamis”.

“ Mama mau beli gamis lagi Ma? Bukannya kemarin mama baru saja beli gamis warna putih lalu minggu kemarinnya lagi mama beli gamis warna hijau, apa ga salah Ma, mau beli gamis lagi?”. Aku mulai heran. Kucoba merengsek terus mendekati mama berusaha mengintip layar Hpnya. Mama yang merasa terganggu buru-buru bangkit dari duduknya dan pindah tempat duduk di  kursi depan rak buku. Aku hanya kembali menghela nafas. Akhirnya aku lanjutkan baca novelnya Kirana Kejora yang mengharu biru ini.

Semenjak papa meninggal 6 bulan yang lalu, aku dan mama hanya berdua saja di rumah sederhana ini. Papa meninggal karena kecelakaan. Mama sempat shock sepeninggalnya papa, putus asa dan diam mengurung diri. Berangkat ke kantor pasti nangis dulu karena biasanya mama berangkat bareng sama papa. Diantar papa sampai kantor dan papa langsung ke proyek, kebetulan satu arah sih. Tetapi baru sebulan ini mama berubah drastis. Dulu mama tidak berkerudung, sekarang mama sudah berkerudung dan bergamis. Aku bersyukur mama berubah tapi kok ada yang agak mengganjal ya.

Mama mulai pakai gamis semenjak ikut pengajian bareng sama ibu-ibu cluster Alamanda. Cluster Alamanda itu terkenal dengan orang-orang kayanya, mereka punya masjid sendiri di dalam clusternya, tempatnya pun sangat strategis tapi tetap terlihat alami. Keluar cluster sudah komplek ruko yang lengkap dari sembako sampai ruko elektronik sudah ada. Di bagian belakang cluster ada taman bermain lengkap dengan peralatan olahraga umum, ayunan, perosotan , kolam ikan dan danau buatan yang di kelilingi saung-saung dari bambu. Pokoknya asri dan elitlah. Nah semenjak mama bergaul dengan mama-mama itu, setiap seminggu sekali berangkat ngaji di masjid cluster itu. Tapi yang aku tahu sudah dua kali ngaji ini pengajiannya di rumah makan bambu dan di  tempat pemancingan ternama.

“ Nah ini aja ya Wi, gamis merah mudanya beli di ol shop Dian aja, lebih murah dikit dari pada di ol shop Ayla kemarin. Kayanya bahannya bagus  juga ya Wi”. Mama menghampiriku yang duduk di depan nya tetapi mama tidak tahu kalau dari tadi aku perhatikannya.

“ Gimana Wi? Bagus ga?”
“ Aih mama, jangan yang ini lah Ma, warna lain kek Ma, coklat apa abu-abu gitu, masak merah muda ma?”

“ Eh gak papa Wi, sesekali lah mama pakai gamis merah muda, biar kelihatan muda, hehehe..”

“ Mama...” Aku teriak sambil kukerutkan dahiku dalam-dalam.

“ Enggak Wi, enggak, mama bercanda. Tapi harus merah muda Wi, kan biar samaan.”

“ Maksud mama samaan ama siapa? Kan Dewi aja ga punya gamis merah muda”

“ Iya biar samaan ama ibu-ibu yang lain itu. Sama bu Adri, bu Neneng, bu Lian dan ibu-ibu lainnya”.

“ Maksud mama ibu-ibu cluster Alamanda itu?”

Mama mengangguk-angguk dan klik sana sini deh.

“ Gamisnya mau buat apa sih ma? Ke pesta? Atau kemana?

“ Loh kamu ini gimana sih Wi, gamisnya ya buat mama ngaji dong”

“ Tapi kan gamis mama sudah banyak, itu ada yang coklat, abu-abu, hitam, hijau, krem dan kemarin baru saja beli warna putih.”

“ Ya buat ngaji Wi, mama kalau ngaji itu harus seragaman Wi, istilahnya dresscode an gitu loh. Nanti kan kita kelihatan kompak kalau warnanya sama”

“ Trus nanti kalu warnanya sama kan pas difoto asik tuh Wi, kita kelihatan kompak dan serasi”.

Oh jadi selama ini mama hampir tiap minggu beli gamis hanya untuk dresscode. Waduh ini mau ngaji apa mau pesta. Aku gak masalah dengan ngajinya mama. Mau ngaji dimana saja, dengan siapa saja yang penting memperdalam ilmu agama. Tapi kalau setiap mau ngaji kok harus pakai warna tertentu dan itu gonta ganti setiap pertemuan, kok rada gimana gitu ya. Kayanya aku perlu ngobrol sama mama nih.

Dua minggu kemudian

“ Wi benar katamu, mama gak kuat ikut pengajian ibu-ibu cluster Alamanda itu. Mama gak kuat uangnya. Materi ngajinya sih oke banget Wi, tentang wanita muslimah, keluarga, pendidikan dan bahkan tentang bisnis dalam Islam, tapi udahannya itu lo Wi”

Mama mulai bercerita tentang kegiatan ngajinya selama ini. Dan benar saja seperti dugaanku, mama gak bakalan kuat. Aku tahu mama termasuk wanita karier yang sukses. Selain itu mama adalah seorang yang mandiri sejak ada papa dulu. Mama seorang yang profesional di bidangnya tapi mama itu orangnya low profile dan suka kesederhanaan. Walaupun mama adalah vice manager di sebuah kantor akuntan publik, mama hidupnya sangat bersahaja. Ke kantor lebih suka bareng papa naik mobil sejuta umat, makan siang bawa bekal sendiri dan pulang minta dijemput papa juga. Mama banyak mengajarkan hidup sederhana padaku. Setiap harinya aku tidak diberi uang saku karena uang sakuku bulanan, dengan harapan aku bisa belajar mengatur uang sendiri. Kalaupun uangku habis sebelum akhir bulan, mama tidak langsung menambah uang sakuku. Dia akan menawarkanku pekerjaan untuk memasukan data-data kantor yang belum selesai di program Excel. Ya kadang aneh juga sih kata temenku, masa anaknya sendiri dipekerjakan. Tapi dari situlah aku belajar kalau untuk mendapatkan sesuatu itu kita harus berusaha dulu dan tidak mudah berpangku tangan.

“ Wi , kok malah melamun, gimana nih solusinya? Mama jadi ga nyaman ngaji bareng ibu-ibu cluster Alamanda  itu. Setiap abis ngaji kita makan-makan besar gitu, trus foto-foto, eh pulangnya mampir di Xxx Mall.”

Kulihat mama serius banget ngomongnya, raut mukanya antara bingung, sedih dan kecewa. Aku tahu mama kecewa karena mama banyak berharap dia ikut ngaji bisa menambah ilmu agamanya selain dengan membaca buku sebelum tidur. Mama juga berharap dengan ngaji itu mama punya kegiatan positif untuk sejenak melupakan rasa kangennya pada papa. Mama yang selama papa masih ada memang selalu diajak papa untuk ikut ngaji ibu-ibu kantornya papa. mama selalu menolak. Alasannya belum pakai hijablah, sibuklah dan ga enak kumpul sama ibu-ibu yang belum dikenal itu. Mana jilbabnya gede-gede, warnanya juga cenderung gelap-gelap gitu. Tapi mama pernah bercerita kalau temen-temen papa itu baik-baik, ramah dan enak juga diajak ngobrol. Ya mama pernah ketemu mereka waktu family gathering di Puncak.

“ Lalu bagaiman dengna gamis merah muda kemarin ma?” tanyaku penasaran.

“ Iya Wi, kemarin waktu pakai gamis merah muda itu kan ada ibu-ibu yang baru ikut ngaji, dia gak tau kalu dresscode kita hari itu adalah gamis merah muda. Dia pakai gamis warna biru Wi, ya sudahlah, waktu selesai ngaji kita foto-foto dan dia diposisikan di paling belakang gitu. Kasian deh Wi mama liatnya, mana dia bawa anak balitanya lagi, dan ibu-ibu Alamanda jadi bete gitu. Dan tadi pas kita pengajian di masjid cluster Alamanda lagi , dia ga ada Wi. Mungkin dia ga enak kali ya Wi. Mama jadi kecewa Wi. Kok bisa seperti ini sih.”

Raut wajah mama terlihat sangat kecewa sekali. Mama paling ga bisa melihat orang lain sedih ataupun susah. Aku ga ngebayanign mama mikir apa sewaktu pengajian tadi. Pasti dia mencari sosok ibu-ibu yang pakai baju hijau kemarin.

“ Mama ga negur temen-temen mama itu? Atau mama ngomong gitu di forum. Atau mama minta bantuan ustadzahnya untuk mengingatkan mereka?”

“ Mama ga berani Wi, mama kan orang baru juga disitu. Nanti mama malah diomogin deh sama mereka”

Ya aku tahu perasaan mama. Aku berusaha menguatkan mama untuk tetap mengaji. Hanya saja mengaji itu tak harus di satu tempat. Oke deh besok aku ajak mama ngaji di masjid kampusku aja deh. Walau nanti materinya agak kurang pas buat mama yang penting mama bisa melihat bahwa dimana saja kita bisa menuntut ilmu agama. Komunitas itu perlu tapi bukan berarti kita harus terikat dengan komunitas tertentu apalagi dengan aturan-aturan yang bikin ribet.

Sesaat kemudian...

“ Loh mama kenapa bawa-bawa gamis merah muda itu lagi? Bukannya mama gak suka sama gamis itu?”

Kulihat mama melipat rapi gamis itu sambil tersenyum-senyum. Besok aku dan mama fix mau ke masjid kampus untuk ikut kajian disana.

“ Ah Dewi, besok kan mama mau ngaji di kampusmu, nah mama mau pakai gamis merah muda ini, sekalian pakai sepatu batik pink dan tas rajut yang warna shock pink itu, keren kan..”

“ Oh Nooo..Mamaaa.........”





No comments:

Post a Comment