Monday, November 28, 2016

Kerinduan Seorang Ibu



Setiap aku ingat kampung halamanku, Jogja, aku selalu rindu suasana Jogja yang nyaman dan romantis, tetapi satu hal yang paling aku rindukan adalah masakan ibuku dan juga masakan ibu mertuaku. Kedua ibuku tinggal di Jogja dan hampir berdekatan rumahnya. Beliau-beliau itu adalah sosok ibu yang menyimpan banyak pesona yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Apalagi dengan masakannya, walau bukan masakan level hotel bintang lima namun masakan beliau berdua sudah menduduki level bintang teratas di hatiku.

Sering terpikir olehku, yang juga seorang ibu dengan 4 anak yang kelak mereka akan seperti aku, harus berpisah dengan ibunya, atau harus merantau jauh dari kampung halamannya, akankah anak-anaku nanti juga punya setangkup rindu untuk aku, ibunya?

Aku menyadari bahwa aku hanya seorang ibu yang tak sempurna. Aku belum begitu ahli dalam masak memasak seperti kedua ibuku. Sungguh sangat terlambat jika aku belajar memasak di usia pernikahan kami yang hampir 16thn ini. Selama ini masakanku biasa-biasa saja, tidak ada yang special dan tidak aneh-aneh seperti yang sering aku lihat di internet. Berbeda dengan para ibu yang sering mengupload hasil eksekusinya di dapur, masakannya warna warni, macam-macam dan tampilnnya menarik. Suami dan anak-anaknya sering dibawakan bekal dengan bentuk bento yang lucu-lucu. Ya aku iri dengan mereka.

Tetapi semua itu berubah sejak 2 tahun terakhir ini. Setelah mantap resign dari mengajar yang hampir 9 tahun, aku bisa full di rumah. Artinya aku bisa full juga memasak untuk keluarga. Di bulan-bulan pertama sih aku masih menyandang gelar “anwar” alias anak warung, tapi akhirnya aku bisa bermetamorfosis untuk mengubah imej itu dengan mencoba memasak sendiri menu keluargaku. Dulu, masih ingat kalau untuk makan sore atau malam, aku pasti keluar untuk sekedar membeli nasi goreng, cap cay atau sate Madura. Ya sekarang sih masih, tapi tidak sesering dulu. Untuk sarapan pagi pun dulu aku masih mengandalkan ibu penjual nasi uduk. Tetapi sekarang aku sudah  terbiasa bangun lebih pagi dan memasak sarapan sekaligus menyiapkan bekal yang akan dibawa suami dan anak-anakku. Menunya sih masih sederhana, seputar sop, sayur asem, semur, opor, orek tempe, telur balado dan menu andalan kalau kesiangan adalah ayam goreng hehe...tapi rasa puasnya itu lho yang luar biasa.

Jujur, walau rasa lelah dan capek melanda ketika aku harus memasak menu keluarga sendiri, ternyata di balik itu ada sebuah kebanggaan tersendiri ketika aku bisa memasak sendiri menu makanan untuk mereka dan merekapun menyukainya. Mungkin di awal-awal mereka sempat terpaksa juga makan masakanku yang entah rasanya mau dibawa kemana. Tetapi lambat laun aku percaya kalau tidak ada yang mustahil untuk diwujudkan kalau kita mau belajar. Dengan bertanya sana sini, membaca resep, akhirnya aku beranikan diri untuk praktek dan terus praktek memasak. Alhasil sekarang hampir setiap hari masakanku selalu ludes. Selain itu, tak jarang suami selalu memuji masakanku yang gak kalah dengan masakan yang sering kami beli, dulu...ya dulu itu.

Yup itulah secuil kisah sorang ibu yang takkan pernah berhenti belajar dari anak-anaknya dan suaminya. Dari sudut manapun cara memandangnya, seorang ibu itu harus menjadi sosok yang terus berinovasi dalam hidupnya. Harus mau berubah positif demi keluarganya, demi mendapatkan setangkup rindu dari anak-anaknya. Kerinduan anak-anaknya akan masakan ibunya kelak adalah kabahagian yang luar biasa bagi ibunya. Ibu kalian juga seorang manusia yang ingin dicintai dan mencintai, yang mengharapkan setangkup rindu dari kalian melalui masakan yang diolah dengan cinta dan kasih sayang. Itu aku Nak, ibu kalian.

#emakpintar
#bitread

No comments:

Post a Comment